Beranda | Artikel
Kiat Sukses Dalam Mendidik Anak
Jumat, 1 Mei 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Kiat Sukses Dalam Mendidik Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani yang sangat penting untuk diketahui oleh setiap muslim. Kajian ini disampaikan pada 13 Rabbi’ul Tsani 1441 H / 10 Desember 2019 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Kiat Sukses Dalam Mendidik Anak

Bicara soal anak, mungkin kita semua punya keinginan yang sama. Waktu lahir, tentu kita ingin anak ini tumbuh sehat dan lucu, menjadi penyejuk pandangan mata kedua orang tuanya. Dan untuk mewujudkan harapan tersebut kita tidak segan mengeluarkan biaya yang besar untuk membelinya gizi yang cukup agar dia bisa tumbuh besar seperti yang kita harapkan. Seperti kebanyakan orang tua, tentunya berharap anaknya menjadi anak yang menjadi sebagai perhiasan dan juga sebagai hiburan bagi kedua orang tuanya.

Setelah beranjak remaja, tentu kedua orang tua ingin agar anak remajanya itu tumbuh cerdas, mampu mengukir segudang prestasi dan pencapaian-pencapaian lainnya. Dan untuk mewujudkan harapan tersebut, kedua orang tua rela menguras otak serta mengerahkan segala upaya baik itu harta benda maupun tenaga untuk menggemblengnya menjadi anak yang berotak cemerlang dan memberinya berbagai fasilitas yang menunjang untuk agar dia bisa menjadi anak yang berprestasi. Itu harapan orang tua.

Namun perlu diingat bahwa sebenarnya semua pencapaian itu belum cukup. Karena seandainya sekarang kita mendapati anak itu sudah seperti yang kita harapkan, tumbuh sehat dan lucu, cerdas, mampu mengukir banyak prestasi, yang jadi pertanyaan adalah akankah semua keberhasilan tersebut bermanfaat bagi kita di dunia dan di akhirat? Kita belum bisa memberikan jawaban yang pasti.

Sering kita dengar orang tua yang pusing tujuh keliling dan panik bukan kepalang karena anaknya yang semasa kecil begitu sehat dan lucu sekarang berubah menjadi biang permasalahan. Menjadi suatu problematika di dalam kehidupannya, seperti duri dalam daging. Berapa banyak orang tua yang geram karena didurhakai anaknya yang berprestasi luar biasa? Betapa banyak orang tua yang menangis karena dikibuli anaknya yang cerdas tidak terkira? Maka nasib orang tua seperti ini mungkin sama seperti ungkapan sebagian orang, “Senjata makan tuan”

Tentunya hati ini sangat pilu menyaksikan orang tua yang semasa muda bekerja keras, peras keringat, banting tulang demi masa depan anaknya, kasih sayang tercurah begitu tulus setulus matahari pagi yang menyebarkan sinarnya ke seluruh penjuru dunia. Namun apa balasan yang ia terima? Di penghujung usia, saat tubuhnya sudah renta, si anak tidak segan-segan membentaknya bagai membentak seekor binatang yang hina. Atau bahkan anak itu rela menitipkan tubuh yang tak berdaya itu ke panti jompo tanpa perasaan bersalah ataupun berdosa. Wal ‘Iyadzubillah..

Ini baru di dunia. Lantas apa yang terbayang di benak kita nanti di akhirat? Akankah anak itu akan memberikan manfaat bagi kita atau bahkan menjadi tanggungjawab yang berat bagi kita untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Ketika Allah mengirim malaikat maut untuk mencabut nyawa kita, orang-orang pun menghantarkan kita ke liang kubur, pada akhir hidup itu tidak lagi berguna segala bentuk penghormatan. Hanya tiga yang dapat kita harapkan setelah itu. Yaitu amal-amal yang telah selesai pencatatannya. Yang pertama adalah amal jariyah, kalau kita punya amal jariyah. Yang kedua ilmu yang bermanfaat, yang kita ajarkan dan kita sebarkan.

Dan yang ketiga, ini aset yang akan membawa pahala bagi kita yaitu anak shalih yang senantiasa mendoakan kita. Yang jadi pertanyaan, akankah dia ingat kepada kita setelah kita mati? Akankah dia terus mendoakan kita, minta ampunan untuk kedua orang tuanya? Akankah dia mau beramal shalih untuk orang tuanya? Bahkan banyak anakanak ketika orang tuanya meninggal dunia, mereka justru berebut harta warisannya tanpa memikirkan apakah orang tua itu masih punya hutang atau tidak. Kalaupun masih punya, maukah mereka membayar hutang-hutang itu? Maukah dia melaksanakan wasiatnya, menyambung tali silaturahim dengan orang-orang yang terhubung mereka itu melalui kedua orang tua mereka. Yaitu mungkin paman dan bibinya, mungkin sahabat-sahabat kedua orang tuanya. Ini yang menjadi pertanyaan.

Mungkin hari ini kita bangga punya anak dengan sederet gelar dan segudang prestasi. Tetapi semuanya tidaklah bermanfaat ketika malaikat Allah datang untuk memeriksa amal-amal kita. Pada hari itu, prestasi buah hati yang menakjubkan tak lagi membahagiakan kita jika tidak disertai keimanan. Bahkan kita tidak bisa berharap banyak dari doa yang mereka panjatkan, sebab mereka berdoa bukan untuk orangtua mereka, atau mereka bukan anak shalih yang berbakti. Padahal doa anak untuk ibu bapaknya hanya bermanfaat jika disertai dengan keshalihan. Seperti yang dijelaskan dan disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَلَدٍ صَالحٍ يَدعُو لَهُ

anak shalih yang mendoakan untuk kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

Nah, sekiranya anakanak kita tumbuh besar sebagai hamba yang shalih, sejatinya itu sudah cukup untuk menghantarkan kita kepada kebahagiaan di dunia dan nantinya di akhirat. Sebab setiap kali mereka melakukan ibadah dan amal shalih, maka selalu akan ada kebaikan yang tercatat untuk kita. Karena kita yang menempanya menjadi anak yang shalih. Setiap kebaikan yang kita tanamkan kepada anakanak kita, itu menjadi amal jariyah bagi kita. Dan setiap doa yang mereka panjatkan untuk kedua orangtuanya akan menjadi tambahan aset pahala bagi kedua orang tuanya.

Akan tetapi berhentilah berharap dari apa yang tidak kita usahakan. Jangan berharap banyak dari sesuatu yang kita tidak usahakan, dari apa yang kita tidak ikhtiarkan. Maka bertanyalah kepada diri kita, sudahkah kita memberikan pendidikan yang terbaik untuk anakanak kita? Tanyakanlah, sudahkah aku persiapkan anakku untuk menjadi mukmin sejati yang mampu menggenggam dunia dengan hatinya yang dipenuhi dengan rasa cinta kepada Allah dan RasulNya?

Tentu saja mendidik anak perlu kesungguhan, mendidik anak perlu pengorbanan, mendidik anak menuntut keikhlasan dan kesabaran. Dan mendidik anak harus dengan ilmu dan pengetahuan. Tanpa perkara-perkara itu, kita tidak bisa mungkin melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan baik.

Persiapan materi tidak cukup, apabila kita ingin anak kita menjadi anak yang shalih, yang bisa kita andalkan, anak yang membawa kebaikan bagi kedua orang tuanya di dunia dan di akhirat, maka tidak cukup hanya dengan bermodalkan materi. Karena pendidikan sebenarnya tidak identik dengan materi. Banyak orang tua yang salah, mereka menganggap sudah memberikan pendidikan ketika mereka bisa menyekolahkan anakanak mereka di sekolah-sekolah yang mahal, tidak telat bayar spp, berapapun biaya masuk dilunasi tidak pakai cicilan, bahkan biaya-biaya yang menunjang pendidikan semua dilunasi, tidak ada yang nyangkut. orang tua seperti ini merasa dia sudah memberikan pendidikan kepada anaknya. Perlu kita sampaikan bahwa ini belum mendidik, ini kita baru menyiapkan sarana prasarana pendidikan untuk anakanak kita, belum masuk kepada inti pendidikan.

Maka pendidikan itu bukan dengan materi semata. Materi perlu untuk menunjang pendidikan. Tapi dia bukan inti dari pendidikan itu. Maka orang taua tidak bisa lepas tangan dan menyerahkan bulat-bulat kepada sekolah. Banyak orangtua yang salah, mereka datang ke sekolah dan mereka katakan kepada Ustadz yang ada di sekolah itu: “Ustadz, ini anak saya, terserah mau jadikan apa, saya nerimo saja.” begitu katanya. Dia serahkan bulat-bulat kepada si Ustadz ataupun guru yang ada di sekolah. Tentunya Ustadz juga manusia yang punya keterbatasan. Dan yang ditangani oleh para Ustadz di sekolah bukan satu anak. Mungkin ratusan anak. Di sebagian sekolah mungkin ribuan anak. Ini yang harus kita sadari. Bahwa sekolah itu adalah alat bantu orang tua untuk mendidik anak, bukan sebagai tulang punggung.

Ini yang kadang-kadang menjadi satu jurang pemisah antara sekolah dan orang tua di rumah. Banyak sekolah-sekolah yang mengeluh karena orang tua tidak berperan aktif ataupun tidak ikut di dalam pendidikan. Sehingga kadang-kadang tidak ada sinergi antara orang tua di rumah dan pihak sekolah atau lembaga pendidikan anak.

Ini yang kadang-kadang terjadi dalam dunia pendidikan. Yaitu anak tidak dapat pendidikan dari rumah. Padahal pendidikan rumah itu adalah tulang punggungnya, itulah dia asal/akar/dasar dari sebuah pendidikan. anak kita akan mengikuti apa yang telah ditanamkan di dalam rumah. Nah, kadang-kadang orang tua tidak memahami betapa penting pendidikan di rumah.

Ada sebagian sekolah membuat daurah-daurah parenting yang tujuannya adalah agar bagaimana orang tua bisa ikut terlibat aktif, tidak pasif.

Download dan simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-14:09

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani

Kajian Islam Tentang Kiat Sukses Dalam Mendidik Anak


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48391-kiat-sukses-dalam-mendidik-anak/